Uji Reaksi Pencoklatan Enzimatis & Non-Enzimatis


Teori Dasar
Reaksi Pencoklatan Enzimatis
Pencoklatan enzimatis dapat terjadi pada buah yang bagiannya terbuka atau terpotong sehingga terekspos dengan udara dimana awal reaksi dikatalis oleh enzim. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase --> fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Enzim - enzim ini terdapat dalam tanaman dan hewan. Dalam hewan, enzim ini biasanya dikenal sebagai tirosinase (tirosin sebagai substrat) yang dapat mengkatalis pembentukan pigmen coklat melanin, yang memberi warna pada kulit, rambut, dan mata. Dalam tanaman, enzim ini biasanya dikenal sebagai polifenoloksidase (PPO) (polifenolik sebagai substrat). Fungsi enzim dalam tanaman biasanya untuk perubahan warna dalam makanan.
Dalam jaringan tanaman utuh, PPO dan substrat fenolik dipisahkan oleh struktur sel sehingga pencoklatan tidak terjadi. Perlakuan seperti pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan tanaman dapat mengakibatkan enzim kontak dengan substrat --> terjadi perubahan warna kecoklatan.
Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam aminno tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogenat. Tirosin merupakan monofenol yang dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi kuinon.

Kontrol Pencoklatan Enzimatis
Pencoklatan enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan karena menurunkan penerimaan sensori pangan. Ada 3 komponen yang bertanggung jawab atas terjadinya pencoklatan enzimatis yaitu polifenolase aktif, oksigen, dan substrat yang cocok. Penghilangan salah satu diantara komponen tersebut akan melindungi terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali menjadi senyawa fenolik sehingga mengurangi pencoklatan. 
Beberapa metode untuk mengontrol pencoklatan enzimatis dalam pangan yaitu:
  1. Inaktivasi PPO dengan panas
  2. Penghambatan PPO secara kimiawi. Contoh: (a) penggunaan sulfit (FDA mungkin tidak mengizinkan karena dapat mengakibatkan alergi pada orang tertentu); (b) Asidulan seperti asam sitrat yaitu menghambat enzim dengan cara menurunkan pH dibawah pH optimum; (c) Senyawa pengkelat (sekuesteran) seperti EDTA atau asam sitrat yaitu menghambat enzim dengan cara mengikat Cu (kofaktor essensial yang terikat pada enzim PPO)
  3. Agen pereduksi, seperti asam askorbat dan eritrobat atau sulfit. Senyawa tersebut akan mereduksi o-quinon menjadi komponen fenolik sehingga menghambat pencoklatan.
  4. Pengurangan oksigen. Contohnya: pengemasan vakum, perendaman dalam sirup gula, dan pelapisan dengan edible film dalam upaya melindungi dari terekspos oksigen.
  5. Enzim proteolitik. Penggunaan enzim tersebut dapat menyerang dan menginaktivasi PPO.
  6. Perlakuan dengan madu. Madu mengandung inhibitor PPO.
Reaksi Pencoklatan Non-Enzimatis (Maillard)
Reaksi antara gula pereduksi dan gugus amin dikenal sebagai reaksi Maillard. Warna coklat dalam reaksi Maillard disebabkan oleh pembentukan melanoidin merupakan kompleks molekul berberat molekul besar. Reaksi ini diawali dengan reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup amino bebas pada molekul protein atau asam amino membentuk glucosyl amine. Senyawa ini kemudian melalui Amadori rearrangement membentuk amino-deoxy-ketose. Produk-produk amadori tidak stabil dan setelah melalui serangkaian reaksi yang kompleks menghasilkan komponen aroma dan flavor serta pigmen coklat melanoidin. 

Beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi maillard dalam makanan, antara lain yang utama gugus aldehid atau keton (terutama berasal dari gula pereduksi) serta amin (dari protein). Faktor lainnya yaitu suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amin, pH dan tipe gula.
  1. Suhu : rekasi dapat terlihat pada suhu 37oC, reaksi dapat terjadi secara cepat 100oC, dan tidak terjadi pada suhu 150oC.
  2. Konsentrasi : reaksi terjadi secara lambat pada bahan pangan kering dan pada larutan yang sangat encer. Reaksi pencoklatan terjadi secara cepat pada bahan pangan dengan kadar air 10-15%.
  3. pH : pengaruh utama pH terkait dengan protonasi grup amino. Pada pH rendah, lebih banyak grup amino yang terprotonasi dan lebih sedikit yang tersedia untuk bereaksi.
  4. Gula : konfigurasi stereokimia dan ukuran molekul gula mempengaruhi kecepatan reaksi maillard. Seaca umum, molekul gula berukuran kecil bereaksi lebih cepat daripada ukuran lebih besar. Selain itu, pentosa bereaksi lebih cepat dibanding heksosa, dan heksosa bereaksi lebih cepat daripada disakarida. Tidak semua heksosa bereaksi dengan kecepatan sama. Galaktosa tampak lebih reaktif diantara heksosa lainnya. Fruktosa berekasi lebih cepat daripada glukosa pada tahap awal, tetapi pada reaksi berikutnya kebalikannya.
Reaksi Pencoklatan Non-Enzimatis (Karamelisasi)
Gula dalam larutan sangat stabil pada pH 3-7. Pencairan gula atau pemanasan larutan gula dengan keberadaan katalis asam atau basa dapat menyebabkan gula mengalami karamelisasi. Karamelisasi menghasilkan warna coklat dan aroma yang disukai. Warna karamel banyak digunakan untuk mewarnai minuman cola dan makanan lain. 

Karamel yaitu berisi senyawa-senyawa dengan berat molekul yang bervariasi dan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok antara lain: (a) karamelan (C24H36O18); (b) karamelen (C38H50O25) ; (c) karamelin (C125H188O80).

Komponen karamel dapat bermuatan positif atau negatif. Muatan pada molekul karamel merupakan hal yang penting. Sebagai contoh: karamel yang digunakan untuk mewarnai muniman ringan (soft drink) harus bermuatan negatif agar tidak dapat berikatan dengan fosfat dan menyebabkan pengendapan. Warna untuk cola dihasilkan dengan memanaskan sukrosa dengan keberadaan amonium bisulfit. Warna karamel yang digunakan dalam produk bakery harus bermuatan positif, yang diperoleh dengan memanaskan sukrosa tanpa katalis hingga terbentuk warna coklat hangus.

No comments:

Post a Comment

@templatesyard